Beranda | Artikel
Kaedah Fikih (8), Menerjang Haram Saat Darurat Sesuai Kadarnya
Sabtu, 15 Desember 2012

Kaedah fikih berikut adalah lanjutan dari kaedah sebelumnya mengenai menerjang yang haram saat darurat. Mohon ditelaah kembali apa yang dimaksud keadaan darurat yang telah dijelaskan sebelumnya di sini. Ada syarat yang mesti diperhatikan dari kaedah tersebut bahwa menerjang yang haram tersebut sesuai dengan kadar yang dibutuhkan, tidak secara terus menerus yang haram diterjang. Jika sudah lepas keadaan darurat, maka harus berhenti mengkonsumsi yang haram. Inilah syarat yang akan dijelaskan dalam kaedah fikih kali ini.

 

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata dalam ba’it sya’irnya,

وَ كُلُّ مَحْظُوْرٍ مَعَ الضَّرُوْرَةِ

بِقَدْرِ مَا تَحْتَاجُهُ الضَّرُوْرَة

Setiap larangan boleh diterjang saat darurat,

Namun sekadar yang dibutuhkan untuk menghilangkan darurat

Syarat Bolehnya Menerjang Haram Saat Darurat

Kaedah ini adalah syarat untuk kaedah yang telah disebutkan sebelumnya mengenai bolehnya menerjang yang haram saat darurat. Maksud kaedah yang kita kaji saat ini adalah tidak boleh menerjang yang haram kecuali yang dibutuhkan saja untuk menolak keadaan darurat.

Para ulama memiliki ibarat lain yang sama maksudnya dengan kaedah di atas,

الضَّرُوْرَةُ تُقَدَّرُ بِقَدَرِهَا

“Darurat dihitung sesuai kadarnya.”

Di antara dalil kaedah ini adalah firman Allah Ta’ala,

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ

Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al Baqarah: 173). Ayat ini mensyaratkan tidak bolehnya berlebihan ketika menerjang yang haram saat darurat. Siapa yang melampaui batas yang dibutuhkan untuk menghilangkan darurat, maka ia berdosa. Inilah pemahaman ayat dan dalil dari kaedah yang sedang kita kaji.

Contoh Kaedah

1- Tidak ada makanan selain bangkai, maka seseorang boleh mengkonsumsi makanan haram tersebut. Jika sudah mencukupi dan hilanglah dhoror, maka tidak boleh ia menikmati bangkai tersebut lagi. Jika menambah dari yang dibutuhkan, maka ia berdosa.

2- Ketika wanita butuh berobat dan tidak mendapati dokter selain pria, maka ia boleh berobat dengannya dengan syarat hanya mengingkap bagian darurat yang hendak diperiksa saja, tidak yang lainnya. Baca artikel Aturan Melihat Aurat Wanita Saat Berobat.

3- Jika seseorang dalam keadaan darurat mesti membeli sejenis makanan, pakaian, atau senjata sedangkan si penjual enggan untuk menjualnya, maka dalam keadaan darurat boleh membeli dengan paksa barang tersebut sesuai harganya tanpa ridhonya. Bahkan wajib bagi penguasa memaksa para penjual untuk menjual atau penguasa yang menjualkannya dengan paksa pada yang butuh. Ini semua dilakukan ketika dalam keadaan darurat, namun sekadarnya selama darurat itu ada.

4- Keadaan darurat (tidak ada pilihan lain) harus memanfaatkan harta orang lain, maka saat itu boleh memanfaatkannya. Jika si pemilik enggan, ia bisa dipaksa oleh yang punya kuasa untuk meminjamkannya. Ini di saat darurat. Jika darurat tersebut hilang, maka tidak boleh dimanfaatkan seterusnya.

Semoga bermanfaat bagi pengunjung Rumaysho.com sekalian. Wallahu waliyyut taufiq.

 

 

Referensi:

Syarh Al Manzhumatus Sa’diyah fil Qowa’id Al Fiqhiyyah, Syaikh Dr. Sa’ad bin Nashir bin ‘Abdul ‘Aziz Asy Syatsri, terbitan Dar Kanuz Isybiliya, cetakan kedua, 1426 H.

Al Qowa’id wadh Dhowabith Al Fiqhiyyah lil Mu’amalah Al Maliyah ‘inda Ibnu Taimiyyah, terbitan Darut Ta’shil, cetakan pertama, 1422 H (1: 534).

 

@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, di pagi hari penuh barokah 3 Shafar 1434 H

www.rumaysho.com

 


Artikel asli: https://rumaysho.com/3041-kaedah-fikih-8-menerjang-haram-saat-darurat-sesuai-kadarnya.html